Sabtu, 27 Maret 2010


 


 

PEMBELAJARAN MATEMATIKA

DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING


 

1. PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Begitu pentingnya membangun kemampuan berpikir matematis, maka matematika diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Selama ini, metode pembelajarn yang banyak digunakan adalah model pembelajaran ceramah. Guru menjadi teacher oriented dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Pembelajaran seluruhnya berpusat kepada guru sehingga siswa menjadikan guru satu-satunya sumber ilmu. Aktivitas siswa hanya terbatas mendengarkan, mencatat dan menjawab apabila diberi pertanyaan oleh guru. Siswa selalu pasif dan tidak aktif bertanya meskipun tidak mengerti. Proses belajar mengajar seperti ini jelas tidak mendorong siswa untuk menjadi aktif dan kreatif. Oleh karena itu, guru memerlukan metode pembelajaran yang mampu mendorong siswa untuk bertanya dan mengajukan permasalahan serta memecahkan masalah yang ada. Problem posing merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk menjadi aktif.

Problem posing merupakan pendekatan dalam pembelajaran dengan meminta siswa untuk mengajukan soal atau masalah. Masalah yang diajukan dapat berdasarkan pada soal yang luas ataupun soal yang sudah dikerjakan. Metode berdasarkan masalah atau problem posing memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif dalam mempelajari dan menemukan sendiri informasi atau data untuk diolah menjadi konsep, teori, atau kesimpulan. Penerapan metode ini digunakan bersamaan dengan metode lain, misalnya metode diskusi yaitu suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberi kesempatan pada siswa (kelompok-kelompok siswa) untuk mengadakan berbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan masalah.

Pembelajaran dengan pendekatan problem posing bisanya diawali dengan penyampaian teori atau konsep. Penyampaian materi biasanya menggunakan metode ekspositori. Setelah itu, pemberian contoh soal dan pembahasannya. Selanjutnya, pemberian contoh bagaimana membuat masalah dari masalah yang ada dan menjawanya. Kemudian siswa diminta belajar dengan problem posing. Mereka diberi kesempatan belajar individu atau berkelompok. Setelah pemberian contoh cara membuat masalah dari situasi yang tersedia, siswa tidak perlu lagi diberikan contoh. Penjelasan kembali contoh, bagaimana cara mengajukan soal dan menjawabnya bisa dilakukan, jika sangat diperlukan.


 

  1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

  1. Bagaimana pembelajaran dengan pendekatan problem posing?
  2. Apa kelebihan dan kelemahan model pembelajaran dengan pendekatan problem posing?
  3. Bagaimana aplikasi pembelajaran dengan pendekatan problem posing dalam pembelajaran matematika?
  4. Bagaimana contoh situasi pembelajaran dengan pendekatan problem posing?


 

  1. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.

  1. Untuk mengetahui pembelajaran dengan pendekatan problem posing.
  2. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan model pembelajaran dengan pendekatan problem posing.
  3. Untuk mengetahui aplikasi pembelajaran dengan pendekatan problem posing dalam pembelajaran matematika.
  4. Untuk mengetahui contoh situasi pembelajaran dengan pendekatan problem posing.


 

2. PEMBAHASAN

2.1 Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing

Problem posing merupakan pendekatan dalam pembelajaran dengan meminta siswa untuk mengajukan soal atau masalah. Masalah yang diajukan dapat berdasarkan pada soal yang luas ataupun soal yang sudah dikerjakan. Pembelajaran dengan pendekatan problem posing biasanya diawali dengan penyampaian teori atau konsep. Penyampaian materi biasanya menggunakan metode ekspositori. Setelah itu, pemberian contoh soal dan pembahasannya. Selanjutnya, pemberian contoh bagaimana membuat masalah baru dari masalah yang ada dan menjawabnya. Kemudian siswa diminta belajar dengan problem posing. Mereka diberi kesempatan belajar individu atau berkelompok. Setelah pemberian contoh cara membuat masalah dari situasi yang tersedia, siswa tidak perlu lagi diberikan contoh. Penjelasan kembali contoh, bagaimana cara mengajukan soal dan menjawabnya bisa dilakukan, jika sangat diperlukan. Pembelajaran dengan pendekatan problem posing dapat juga dimulai dari membaca daftar pertanyaan pada halaman soal latihan yang terdapat dalam buku ajar. Setelah itu baru membaca materinya. Cara ini berkebalikan dengan cara belajar selama ini. Tugas membaca yang diperintahkan pada siswa biasanya bermula dari materi, lalu menjawab soal pada halaman latihan. Kelebihan membaca soal terlebih dahulu baru membaca materi, terletak pada fokus belajar siswa. Ketika siswa membaca pertanyaan terlebih dahulu, maka mereka akan berusaha untuk mencari jawaban dari pernyataan yang telah mereka baca. Tapi lain masalahnya ketika dibalik. Bila membaca materi terlebih dahulu, maka ketika sampai pada bagian soal latihan, ada kemungkinan siswa akan membacanya kembali atau membuka-buka bagian yang telah dibaca untuk menjawab soal yang ada. Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk cara belajar membaca materi terlebih dahulu, lebih banyak dibandingkan dengan cara belajar membaca soalnya setelah itu baru membaca materinya.

Ada beberapa definisi problem posing menurut para ahli, antara lain:

  • Menurut Suyanto dalam Aips (2008) menyebutkan bahwa problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris, sebagai padanan katanya digunakan istilah "pembentukan soal" yaitu perumusan soal atau mengerjakan soal dari situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau setelah pemecahan masalah. Pembentukan atau pembuatan soal mencakup dua macam kegiatan yaitu pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau pengalaman sendiri dan pembentukan soal yang sudah ada.
  • Menurut tim penelitian tindakan matematika (2003:2), problem posing diartikan sebagai membangun atau membentuk permasalahan. Pembelajaran dengan pendekatan problem posing ini pada intinya adalah meminta siswa untuk mengajukan soal atau masalah. Masalah yang diajukan dapat berdasarkan pada topik yang luas dan soal yang sudah dikerjakan atau pada informasi tertentu yang diberikan oleh guru.
  • Menurut Suryanto (1998) dalam Chairani (2007), problem posing adalah perumusan soal sederhana atau perumusan soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana sehingga soal tersebut dapat diselesaikan. Biasanya perumusan soal ini diterapkan pada soal-soal yang rumit agar menjadi lebih sederhana sehingga memungkinkan untuk diselesaikan.
  • Menurut Silver (1996), problem posing memiliki beberapa pengertian, yaitu (1) problem posing adalah pengajuan soal dari informasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau setelah kegiatan penyelesaian, (2) Perumusan soal yang berkaitan dengan syarat –syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka menari alternatif penyelesaian atau alternatif soal yang masih relevan, (3) perumusan soal atau pembentukan soal dari suatu situasi yang tersedia.

    Metode berdasarkan masalah atau problem posing memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif dalam mempelajari dan menemukan sendiri informasi atau data untuk diolah menjadi konsep, teori, atau kesimpulan. Penerapan metode ini digunakan bersamaan dengan metode lain, misalnya metode diskusi yaitu suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberi kesempatan pada siswa (kelompok-kelompok siswa) untuk mengadakan berbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif atas pemecahan masalah.

    Dalam pembelajaran problem posing, kegiatan perumusan masalah atau pengajuan soal dilakukan oleh siswa. Siswa hanya diberi situasi sebagai stimulus dalam merumuskan soal atau masalah. English dalam Anonim (tanpa tahun) membedakan dua macam situasi atau konteks, yaitu konteks formal bisa dalam bentuk simbol (kalimat matematika) atau dalam kalimat verbal, dan konteks informal berupa permainan dalam gambar atau kalimat tanpa tujuan khusus. English dalam Subanji (2008) mengadakan penelitian problem posing anak dalam konteks formal dan informal. Dalam konteks formal, siswa diberi rangsangan berupa kalimat formal "2 – 4 = 8", selanjutnya siswa mengajukan masalah dari konteks formal tersebut. Dalam konteks informal, siswa diberi gambar foto yang beraneka ragam warnanya, selanjutnya siswa mengajukan permasalahan dari gambar tersebut. Hasil penelitian ini salah satunya menyebutkan bahwa siswa lebih banyak menghasilkan masalah berbeda pada konteks informal daripada konteks formal.

Dalam pelaksanaanya dikenal beberapa jenis model problem posing, antara lain:

  1. Situasi problem posing bebas, siswa diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengajukan soal sesuai dengan apa yang dikehendaki . Siswa dapat menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan untuk mengajukan soal.
  2. Situasi problem posing semi terstruktur siswa diberikan situasi atau informasi terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mengajukan soal dengan mengkaitkan informasi itu dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Situasi dapat berupa gambar atau informasi yang dihubungkan dengan konsep tertentu.
  3. Situasi problem posing terstruktur, siswa diberi soal atau selesaian soal tersebut, kemudian berdasarkan hal tersebut siswa diminta untuk mengajukan soal baru.

Brown dan Walter dalam Anonim (tanpa tahun) menjelaskan bahwa perumusan soal dalam pembelajaran matematika memiliki dua tahapan kegiatan kognitif, yaitu accepting (menerima), dan challenging (menantang). Tahap menerima adalah suatu kegiatan siswa menerima situasi-situasi yang diberikan guru atau situasi-situasi yang sudah ditentukan, sedangkan tahap menantang adalah suatu kegiatan siswa menantang situasi tersebut dalam rangka perumusan soal. Tahap accepting misalnya siswa menerima situasi yang diberikan guru berupa persamaan x2 + y2 = z2, sedangkan tahap challenging misalnya siswa menantang situasi persamaan tersebut dengan merumuskan soal.

Dari beberapa jenis situasi problem posing yang diberikan pada siswa, diperoleh beberapa respon siswa terhadap tugas-tugas problem posing. Ada tiga jenis respon pengajuan soal siswa terhadap tugas problem posing yaitu sebagai berikut.

  1. Pertanyaan matematika.

Pertanyaan matematika adalah pertanyaan yang mengandung masalah dalam matematika dan mempunyai kaitan dengan informasi yang ada pada situasi yang diberikan. Pertanyaan matematika dapat dikategorikan dengan, (i) pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan yaitu jika pertanyaan tersebut memuat informasi yang cukup dari situasi yang ada untuk diselesaikan dan (ii) pertanyaan matematika yang tidak dapat diselesaikan jika pertanyaan tersebut tidak memiliki informasi yang cukup dari situasi yang ada untuk diselesaikan atau jika pertanyaan tersebut memiliki tujuan yang tidak sesuai dengan informasi yang ada.

  1. Pertanyaan non matematika adalah pertanyaan yang tidak mengandung masalah matematika
  2. Pernyataan adalah kalimat yang bersifat ungkapan atau berita yang bernilai benar atau salah saja.


 

Hubungannya yang mungkin terjadi antara respon siswa dengan pertanyaan matematika dapat dilihat pada bagan di bawah ini:


 

    
 

    
 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

2.2 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing

    Model pembelajaran dengan pendekatan problem posing mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dari model pembelajaran ini antara lain:

  • Siswa dapat berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.
  • Mendidik siswa berpikir sistematis.
  • Mendidik siswa agar tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan.
  • Siswa mampu mencari berbagai jalan dari kesulitan yang dihadapi.
  • Mendatangkan kepuasan tersendiri bagi siswa jika soal yang dibuat tidak mampu diselesaikan oleh kelompok lain.
  • Siswa akan terampil menyelesaikan soal tentang materi yang diajarkan.
  • Siswa berkesempatan menunjukkan kemampuannya pada kelompok lain.
  • Siswa mencari dan menemukan sendiri informasi atau data untuk diolah menjadi konsep, prinsip, teori, atau kesimpulan.

Selain mempunyai beberapa kelebihan, model pembelajaran ini juga mempunyai beberapa kelemahan, antara lain:

  • Pembelajaran model problem posing membutuhkan waktu yang lama.
  • Membutuhkan buku penunjang yang berkualitas untuk dijadikan referensi pembelajaran terutama dalam pembuatan soal.
  • Pada pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan pendekatan problem posing suasana kelas cenderung agak gaduh karena siswa diberi kebebasan oleh guru pengajar.
  • Menurut hasil penelitian Silver dan Cai (1996) dalam Chairani (2007), kelemahan utama dari penerapan problem posing berkaitan dengan penguasaan bahasa dimana siswa mengalami kesulitan dalam membuat kalimat tanya.


     

    2.3 Aplikasi Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika

    Dalam proses belajar mengajar tradisional, guru mendominasi kegiatan sedangkan siswa selalu pasif dan tidak aktif bertanya meskipun tidak mengerti bahkan semua inisiatif datangnya dari guru. Guru menjadi satu-satunya sumber ilmu dan mutlak kebenarannya. Aktivitas siswa hanya terbatas pada mendengar, mencatat dan menjawab apabila diberi pertanyaan oleh guru. Proses belajar mengajar seperti ini jelas tidak mendorong siswa untuk aktif dan kreatif.

    Dalam matematika diperlukan pengetahuan dan pemahaman guru yang baik tentang matematika sebagai wahana pendidikan sehingga proses pembelajaran berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu guru tidak lepas dari berbagai macam pendekatan, metode dan strategi pembelajaran. Selama ini metode yang paling banyak digunakan oleh guru adalah metode ceramah, sedangkan bentuk masalah yang diberikan kepada siswa adalah masalah pemberian tugas atau pekerjaan rumah. Namun pelaksanaan pekerjaan rumah kurang efektif, karena dalam pelaksanaanya kadang dikerjakan oleh orang lain. Hal ini kurang memotivasi siswa untuk belajar matematika. Untuk itu, perlu dilakukan suatu teknik baru dalam pemberian masalah atau soal untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pembelajaran matematika khususnya pada pokok bahasan turunan dan untuk mengaktifkan siswa untuk bertanya dalam pembelajaran, perlu dilakukan proses pembelajaran yang lebih baik yaitu dengan memperhatikan perkembangan anak didik dan dengan metode dan pendekatan pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah (problem posing) dimana model pembelajaran ini menekankan kemampuan siswa dalam aktif membuat soal dan dapat mengerjakan soal yang diberikan oleh guru atau kelompok lain dengan cara diskusi. Selama penjelasan di depan kelas, guru memberikan penjelasan materi agar dapat membantu siswa dalam memahami konsep matematika. Setelah guru memberikan penjelasan maka siswa diminta untuk membentuk kelompok diskusi dan menekankan agar aktif bertanya baik dalam bentuk soal dengan kelompok sendiri maupun dengan kelompok yang lain.

    Problem posing dengan menggunakan pembentukan kelompok diskusi menjadi menarik karena dalam pelaksanaanya siswa dapat menunjukkan kemampuannya pada siswa yang lain. Selama proses diskusi dengan kelompoknya siswa akan menjadi aktif dalam bertanya dan menyampaikan ide atau gagasannya. Siswa yang mampu menjawab soal dari guru atau kelompok yang lain akan merasa bangga dan senang, sedangkan siswa yang belum bisa mengerjakan soal akan merasa tertantang sehingga akan termotivasi untuk lebih giat lagi dalam belajar dan pada akhirnya akan meningkatkan pemahaman siswa. Pembelajaran dengan pendekatan problem posing ini sangat tepat untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika. Ada beberapa langkah penerapan problem posing dalam pembelajaran matematika misalnya menurut Menon dan Kasiati.

    Menurut Menon dalam Sukarma (dalam Aips, 2008), langkah-langkah pengajuan soal dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu:

  1. Guru memberi soal cerita tanpa pertanyaan kepada siswa yang memuat semua informasi yang mencakup permasalahan sekaligus pemecahannya, kemudian tugas siswa adalah membuat pertanyaan berdasarkan informasi yang ada pada soal.
  2. Guru menyeleksi sebuah topik dan meminta siswa membentuk kelompok dan diberi tugas untuk mendiskusikan pemecahan dari masalah yang telah diajukan tersebut.
  3. Perwakilan dari kelompok mempresentasikan hasil diskusi yang selanjutnya ditanggapi oleh kelompok lain.
  4. Guru memberikan pertanyaan dan kesimpulkan terkait dengan hasil diskusi.

Sedangkan menurut Kasiati (2008) langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem posing adalah sebagai berikut.

  1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
  2. Guru membentuk kelompok yang beranggotakan 4-5 orang yang heterogen baik kemampuan atau jenis kelamin.
  3. Guru membagi materi yang berbeda namun masih dalam konsep yang sama pada setiap kelompok untuk dirangkum.
  4. Guru meminta setiap kelompok untuk membuat beberapa soal berkaita dengan materi yang telah diberikan.
  5. Peserta didik berdiskusi dalam kelompoknya masing-masing untuk mencari penyelesaian dari soal yang telah dibuat.
  6. Masing-masing kelompok menuliskan beberapa soal yang tidak bisa dipecahkan oleh kelompoknya pada satu lembaran yang kemudian ditukarkan dengan kelompok lain.
  7. Masing-masing kelompok berdiskusi mencari penyelesain dari pertanyaan atau masalah yang belum bisa diselesaikan oleh kelompok lain.
  8. Guru menunjuk satu kelompok untuk mempresentasikan hasil rangkumannya dan kelompok lain diberi kesempatan untuk menyangkal, bertanya, dan memberi masukan.
  9. Peserta didik memberikan kesimpulan.
  10. Guru memberikan kesimpulan sekaligus meluruskan masalah yang penyelesainnya masih kurang tepat.
  11. Guru memberikan tugas rumah.

    Contoh langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan problem posing secara garis besar adalah sebagai berikut.


 

Kegiatan Guru 

Kegiatan Siswa 

1. Dengan tanya jawab, mengingatkan kembali materi sebelumnya yang relevan  

Berusaha mengingat dan menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang diingatkan guru

2. Menginformasikan tujuan pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi dasar dan pendekatan yang akan digunakan dalam pembelajaran

Berusaha memahami tujuan, kompetensi , dan pendekatan dalam pembelajaran  

3. Menyajikan materi pembelajaran dengan strategi yang sesuai dan berusaha selalu melibatkan siswa dalam kegiatan

Mengikuti kegiatan dengan antusias, termotivasi, menjalin interaksi dan berusaha berpartisipasi aktif.  

4. Dengan tanya jawab membahas kegiatan dengan menggunakan pendekatan problem posing dengan memberikan contoh atau cara membuat soal

Berpartisipasi aktif dalam kegiatan  

5. Memberi kesempatan pada siswa untuk menanyakan hal-hal yang dirasa belum jelas  

Bertanya pada hal-hal yang belum dipahami  

6. Melibatkan siswa dalam pendekatan problem posing dengan memberi kesempatan siswa membuat soal dari situasi yang diberikan . Kegiatan dapat dilakukan secara kelompok atau individual.

Merumuskan soal berdasarkan situasi yang diketahui secara individual atau kelompok

7. Mempersilahkan siswa untuk menyelesaikan soal yang dibuatnya sendiri  

Menyelesaikan soal yang dibuatnya sendiri  

8. Mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan dari materi yang sudah dipelajarinya  

Berusaha untuk dapat menyimpulkan materi yang sudah dipelajarinya.

    

    Untuk menghasilkan aktivitas mental dalam matematika, Silver dan Cai (1996) dalam Chairani (2007) mengemukakan tiga hal yaitu :

  1. Pengajuan pre–solusi (presolution posing) yaitu siswa membuat soal dari situasi yang diadakan.
  2. Pengajuan di dalam solusi (within-solution posing) yaitu siswa merumuskan ulang soal seperti yang telah diselesaikan
  3. Pengajuan setelah solusi (post solution posing) yaitu seorang siswa memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal baru.


 

2.4 Situasi dalam Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing

    Pembelajaran problem posing berorientasi pada pengajuan soal oleh siswa yang dibantu dengan pemberian informasi oleh guru. Dalam pembelajaran dengan pendekatan problem posing, guru hanya memberikan situasi yang kemudian direspon oleh siswa dengan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan informasi yang diberikan oleh guru. Contoh situasi yang dapat diberikan oleh guru antara lain:


 

  • Situasi dapat diberikan dalam bentuk soal cerita :

    Ibu mempunyai 21 buah jeruk yang akan dibagikan kepada 3 orang anaknya. Jeruk-jeruk itu dibeli di pasar yang berjarak 3 km dari rumah. Untuk sampai ke pasar ibu harus naik becak dengan biaya Rp.3.500,00 sekali jalan. Jeruk dibeli ibu dengan harga Rp. 4000,00 untuk sepuluh buah. Setelah dibayarkan untuk harga becak, sisa uang ibu tinggal Rp. 2000,00 saja.

    Dalam hal ini siswa diminta untuk membuat pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan situasi tersebut jadi dalam hal ini digunakan situasi problem posing bebas, dimana siswa diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengajukan soal sesuai dengan apa yang dikehendaki.

  • Situasi yang berhubungan dengan statistik.



 

Dari gambar tersebut siswa diminta membuat soal yang berkaitan dengan gambar dan apabila ada soal yang tidak bisa dipecahkannya, guru memberikan kesempatan kepada siswa lain untuk membantu temannya memecahkan soal yang tidak bisa dipecahkannya.


 


 

3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

    Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulakan sebagai berikut.

3.1.1 Problem posing merupakan pendekatan dalam pembelajaran dengan meminta siswa untuk mengajukan soal atau masalah.

3.1.2 Metode pembelajaran dengan pendekatan problem posing mempunyai beberapa kelebihan seperti siswa dapat berpikir secara aktif, mendidik siswa berpikir sistematis dan juga mempunyai beberapa kelemahan seperti proses pembelajaran ini memerlukan waktu yang relatif lama, suasana kelas cenderung gaduh.

3.1.3 Beberapa langkah pengajuan soal antara lain guru memberikan soal cerita, guru menyeleksi topik dan meminta siswa membentuk kelompok, guru meminta perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusinya dan guru memberikan kesimpulan serta pertanyaan berdasarkan hasil diskusi.

3.1.4 Dalam pembelajaran dengan pendekatan problem posing, guru hanya memberikan situasi yang kemudian direspon oleh siswa, contoh situasi dapat berupa soal cerita dan dapat berupa berhubungan dengan statistik.


 

3.2 Saran

    Guru hendaknya dapat menggunakan pendekatan problem problem posing sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas, proses berpikir, dan prestasi belajar siswa. Selain itu, siswa hendaknya meningkatkan keaktifan dalam kegiatan belajar mengajar.


 

DAFTAR RUJUKAN

Aips. 2008. Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Posing) dalam Upaya Meningkatkan Aktivitas Bertanya Siswa, (Online), (http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi/pendidikan-matematika/, diakses 21 September 2008).


 

Anonim. Tanpa tahun. Problem Posing, (Online), (ww.e-dukasi.net/mgmp/lib/dl.php?filename=MAKALAHPROBLEMPOSING.doc, diakses 10 Desember 2008).


 

Chairani, Zahra. 2007. Problem Posing Dalam Pembelajaran Matematika, (Online), (http://www.chairanizahra.wordpress.com, diakses 21 September 2008).


 

Kasiati. 2008. Pemahaman Matematika dengan Problem Posing, (Online), (http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=320667, diakses 21 September 2008).


 

Silver. 1996. Posing Mathematical Problems: an Explorasi Study. Journal for Research in Mathematics Education Vol.27.No.3

Subanji. 2008. Proses Berpikir, (Online), (http://subanji.blogspot.com/, diakses 10 Desember 2008).


 

Tim Peneliti Tindakan Matematika, 2002. Meningkatkan Kemampuan Siswa Menerapkan Konsep Matematika Melalui Pemberian Tugas Problem Posing Secara Berkelompok. Pelangi Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Vol 5 No. 2 : 1-7.


 


 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar